Senin, 31 Oktober 2011


Kisah si Pembela Keadilan

HEADLINE NEWS!! Dr.Coleus Denta Swingle diduga melakukan malpraktek, kepala Rumah Sakit Swingle Medical Center bungkam.

            Satria melipat koran hariannya dan kembali menikmati segelas kopi panas dihadapannya. Namun, pikirannya melayang. Headline news di koran tadi merasuki batinnya, malpraktek? Ceroboh juga beliau. Tak sempat ia menghabiskan kopinya, tiba-tiba terdengar pintu ruang kerjanya diketuk.
            “Permisi, Pak” terlihat sekertaris cantik menyembul dari balik pintu.
            “Ya? Silakan masuk” jawab Satria sopan.
            “Ada yang ingin bertemu dengan Bapak. Namanya Ibu Rossa Villosa nampaknya ia ingin sekali bertemu dengan Bapak” ucap sekertaris menyampaikan maksudnya. Satria bergeming, pasti ada hubungannya dengan headline news hari ini.
            “Ya, persilakan masuk saja” ucap Satria sambil memperbaiki posisi duduknya. Sekertaris tersebut segera mengindahkan mandat dari atasnya. Tak beberapa lama kemudian, seorang wanita paruh baya beumur sekitar 50-an memasukin ruangan kerja Satria. Dr.Rossa Villosa Swingle, begitulah nama lengkap wanita tersebut. Beliau masih seperti wanita yang Satria kenal dahulu, lembut, ramah, dan hangat. Namun, terlihat dari matanya tampak semalam suntuk beliau menguras habis air matanya, sembab.
            “Saya tau maksud Ibu datang ke sini” ucap Satria offensive.
            “Alhamdulillah, kalau kau sudah mengetahuinya. Ibu harap kamu bisa melunakkan hatimu, Nak”
            “Bu, ini masalah hukum bukan masalah anak dan ayahnya. Sekalipun dia bukan ayah saya, saya juga tidak mau menerima kasus ini”
            “Satria, Ibu tau sakit hati yang kamu rasakan akibat sikap keras ayahmu. Tapi Ibu mohon, Nak. Bagaimana pun dia ayahmu”
            “Ahahaha..Coleus Denta Swingle ternyata bisa bersikap ceroboh juga ya. Saya kira beliau manusia sempurna yang selalu benar. Sampai-sampai mengusir anaknya karena tidak mau menjadi dokter juga”
            “Satria! Siapa yang mengajarkan kamu menjadi anak yang seperti ini? Nak! Ayahmu sayang sama kamu. Jangan pernah berpikiran seperti itu. Nak, Ibu mohon nak. Demi keluarga kita, demi ka cassia dan Ibu, Nak”
            “Sudahlah, Bu. Saya tidak mau menerima kasus ini bukan karena sakit hati di masa lalu. Namun, kasus ini terlalu berat untuk dimenangkan. Lebih baik Ibu mencari pengacara lain”
            “Baiklah, Nak. Ibu harap anak Ibu kembali ke pangkuan Ibu dan ayah. Kembali menjadi anak yang manis dan penuh rasa menghormati. Selamat siang” ucap dr.Rossa meninggalkan ruang kerja Satria sambil menunduk menahan tangis. Beliau rindu anaknya yang dulu, si bungsu kebanggaannya yang teramat ia cintai. Satria bungkam.
***
            Satria Oxalis Swingle, pengacara muda yang satu ini merupakan anak laki-laki satu-satunya dari Dokter senior spesialis jantung Coleus Denta Swingle. Satria yang berkepribadian keras dan juga idealis menolak mentah-mentah permintaan ayahnya untuk menjadi seorang dokter. Penolakan kerasnya membuat ayah Satria geram.
            Saat itu hari kelulusan SMA, Satria yang notabenenya merupakan anak IPA bermaksud untuk mengikuti ujian SNMPTN tertulis di jurusan Hukum, Universitas Indonesia. Dr.Coleus sangat menentang tindakan anaknya ini ia berharap Satria mengambil jurusan kedokteran. Namun, Satria tetap pada pendiriannya. Dengan sungguh-sungguh ia berusaha meraih mimpinya menjadi seorang pengacara. Berkat usahanya akhirnya ia pun lolos ujian SNMPTN tertulis dan diterima di Fakultas hukum Universitas Indonesia. Mengetahui kabar tersebut, dr.Coleus menjadi sangat marah kepada Satria.
            “Satria! Kamu mau bikin ayah malu atau apa?” bentak dr.Coleus kepada Satria. Satria hanya diam tak bisa berkata apapun. Takut, hanya itu yang Satria rasakan melihat perubahan emosi ayahnya.
            “Ayah kecewa sama kamu! Kamu anak laki-laki satu-satunya Ayah, tapi apa? Kamu kecewakan Ayah! Untuk apa Ayah sekolahkan kamu di sekolah favorit jika nantinya kamu hanya menjadi pengacara? Ayah ingin kamu menjadi dokter! Ayah tau yang terbaik untuk kamu! Dan yang terbaik untuk kamu itu, kamu menjadi dokter, Satria! Lihat Kakamu, Cassia! Sebentar lagi dia akan menjadi dokter! Kamu mau jadi apa? KORUPTOR?! JAWAB!” dr. Coleus terus membentak Satria tanpa ampun seperti tidak ada celah baginya untuk membela diri.
            “Yah, aku nggak mau jadi dokter. Aku nggak mau menjadi seperti Ayah ataupun seperti Ibu bahkan ka Cassia atau keluarga Ayah yang lainnya! Aku ingin menjadi pengacara. Aku ingin membela keadilan di Indonesia dengan benar. Maaf Yah aku mungkin anak tak tahu diri tapi aku tetap pada pendirianku,” bela Satria kepada ayahnya
            “Ok! Kalau memang itu mau kamu. Mulai sekarang silahkan keluar dari rumah saya dan jangan pernah kembali lagi. Kamu bukan anak saya!”
            Kejadian itu merupakan sebuah titik balik kehidupan Satria. Ia mulai hidupnya secara mandiri. Ibu dan kakaknya, Cassia, selalu memberikan dukungan kepada Satria. Untuk masalah dana pendidikan Ibu dan ka Cassia dengan senang hati membiayai uang kuliah Satria. Sampai pada akhirnya Satria bisa menjadi pengacara muda seperti sekarang. Satria sudah banyak menangani kasus hukum di Indonesia dan ia bisa dengan mudah memenangkan kasus yang ditanganinya. Sekarang ia sudah bisa membeli rumah dan mobil pribadi. Segala jerih payah dan pengorbanan Satria bebuah sangat manis dan membanggakan.
***
            Satria duduk terdiam menanti seseorang yang ia tunggu-tunggu sedari tadi. Beberapa menit kemudian, seorang wanita cantik berbadan proposional menghampiri Satria. AuAuranti Sylavina, begitulah nama wanita cantik itu yang merupakan kekasih Satria.
            “Udah lama nunggu yah? Maaf telat tadi aku ada kerjaan yang harus diselesain” ucap AuAuranti kepada Satria sambil duduk di samping Satria.
            “Iya, nggak apa-apa ko, Ran. Kamu sibuk yah akhir-akhir ini?”
            “Lumayan lah, Sat. Penyakit ayah makin parah jadi aku harus bolak-balik rumah sakit dan kerjaanku jadi sedikit ketumpuk. Pusing deh kalau dipikirin rasanya kepalaku mau pecah”  ucap Auranti sambil memegang kepalanya. Ia tampaknya sangat lelah dengan segala permasalahan dalam hidupnya. Satria memandangi gadis cantik itu dengan penuh kasih sayang ia membelai rambut Auranti, “Kamu harus kuat yah, sayang. Ayah kamu pasti sembuh ko.”
            “Amin! Aku udah ga kuat liat ayah harus dikemo terapi setiap hari. Kasihan ayah, semua rambutnya sekarang sudah rontok. Aku harap ayah cepet sembuh yah, Sat. Biar bisa main catur lagi sama kamu hehehe..Oyah! tadi pagi aku baca Koran. Aku turut berduka cita yah atas kasus ayah kamu. Kamu pasti ngambil kasus ini kan, Sat? Ini satu langkah baik loh buat memperbaiki hubungan kamu sama ayahmu” ucap Auranti mengalihkan pembicaraan. Ia tidak mau berlarut-larut dengan kesedihan yang menimpa dirinya dan juga ia ingin mengetahui keadaan Satria. Satria yang mendengar ucapan Auranti terdiam sejenak, hatinya berkecamuk, ayah? Kasus ayah? Betul juga kata Auranti, tapi….”Hey, Sat! Ko diem? Kamu kenapa? Aku salah ngomong yah?” tegur Auranti membuyarkan lamunan Satria. Satria ingin membagi masalahnya ini dengan kekasihnya namun nampaknya waktunya sedang tidak tepat.
            “Ah? Ngga apa-apa ko, Ran. Heeeem, untuk masalah itu ga usah dibahas dulu yah. Hari ini boleh aku ngejenguk ayah kamu?” Tanya Satria kepada Auranti. Masalah Auranti jauh lebih sulit dibanding masa lahnya, pikir Satria.
            “Wah! dengan senang hati, Sat. Makasih banyak yah” ucap Auranti senang.
***
            Swingle Medical Center. Kenapa harus di sini sih? Pertanyaan itu mengawali langkah Satria di rumah sakit tersebut. Hampir bertahun-tahun Satria tidak pernah menginjakan kakinya lagi di rumah sakit tersebut. Ya! Alasannya hanya satu, rumah sakit ini merupakan rumah sakit milik keluarga Satria dan ayahnya merupakan pendiri dari rumah sakit ini. Yang membuatnya lebih enggan ke sini adalah hampir setangah dari dokter yang bekerja di rumah sakit ini kenal dengan Satria. Bener saja, baru ia melangkahan kakinya di lobby rumah sakit, seorang dokter senior sudah menyapanya. Dengan sopan Satria membalas sapaan tersebut. Melihat situasi seperti itu, Auranti hanya cekikikan di belakang punggung Satria. Bagaimana tidak? Satria sudah bagaikan artis saja saat itu. Setelah melewati berpuluh-puluh “fans” Satria, akhirnya mereka sampai di ruangan ICU.
            Di dalam ruang ICU, ayah Auranti terbaring lemah dengan berbagai macam alat yang menempel di sekujur tubuhnya. Mungkin tanpa alat-alat tersebut ayah Auranti sudah tidak bernyawa lagi. Satria menatap nanar ke arah ayah Auranti. Pedih, hanya itu yang ia rasakan. Ayah Auranti sudah seperti ayahnya sendiri bahkan “lebih”. Banyak pelajaran yang ia dapatkan dari seorang hakim yang kini tergeletak lemah akibat penyakit kanker yang terus menggrogoti tubuhnya. Pikiran Satria jauh melayang. Ia membayangkan yang tergeletak tak berdaya kini adalah ayahnya. Satria teringat percakapannya dengan Ayah Auranti sewaktu masih sehat. Ketika itu mereka sedang bermain catur di teras rumah Auranti,
            “Satria, kamu jangan lama-lama yah berantem sama ayah kamu! Bapak kan pengen kenalan sama bapaknya calon menantu Bapak. Kamu nih marahan ko lama bener sih, Sat”
                “Hehe, iya Pak! Secepatnya saya akan kenalkan Bapak sama ayah saya. Saya juga mau membahagiakan Bapak juga Auranti”
                “Nah, gitu dong! Tapi, kamu harus baikan sama ayah kamu. Bapak ngga mau nanti harus jadi hakim pertengkaran kamu sama ayah kamu. Dengar yah Satria, semua yang diucapkan ayah kamu itu pasti ada baiknya. Janganlah kamu berpikiran ayahmu jahat sama kamu. Buktiknya kamu sekarang jadi sukses kan? Pasti itu doa dari ayah kamu juga. Ayahmu pasti rindu akan kehadiran kamu. Ingat, Sat! umur Bapak dan umur ayahmu mungkin sudah ga lama lagi di dunia ini. Kapan lagi kamu membahagiakan ayahmu dan Bapak? Buanglah rasa egoismu itu. Kalau pengcara egois. Apa kata dunia? Hahahaha…”
Percakapan itu amat jelas teringat di pikiran Satria, sangat berkesan baginya. Tiba-tiba buliran air bening menyeruak dari pelupuk matanya. Rindu, Satria rindu ayahnya. Rindu akan nasihat, tawa, kasih sayang, bahkan bentakan ayahnya.
            “Kamu kenapa Sat?” tanya Auranti heran meilhat si ksatria hatinya menangis.
            “Ha? I’m fine. Aku cuman terbawa suasana aja. Aku mau ke cafeteria di bawah. Kamu mau ikut atau mau aku bawain apa gitu?”
            “Aku mau di sini dulu aja. Ngga usah deh. Aku lagi ngga mau apa-apa”
            “Ok! Aku pamit sebentar yah, Ran” ucap Satria seraya meninggalakan ruang ICU tersebut.
            Sesampainya di cafeteria, Satria memesan secangkir kopi panas. Ia duduk termenung menatapi taman rumah sakit yang tampak asri. Sewaktu kecil ia sering bermain di sana. Berlarian kesana kemari, bermain dokter-dokteran bersama kakaknya, Cassia. Senyum tipis menyungging di wajahnya, mengingat masa kecil. Lagi asik-asiknya ia bernostalgia dengan masa kecilnya seorang dokter muda cantik menghampirinya. Dr.Cassia Swingle, tiba-tiba menepuk punggung Satria, “Satria?”
            “Heh! Ka Cassia!” ucap Satria sambil membalikan badannya
            “Lagi jenguk ayahnya Auranti yah?”
            “Iya Ka, kasihan yah dia. Padahal dia hakim yang menginspirasi aku. Kakak apa kabar? Udah lama aku ga ketemu Kakak”
            “Heeem, aku baik ko Dek. Ibu kemarin sudah ke kantor kamu?”
            “Sudah, ka. Tapi maaf aku ga bisa ngambil kasus itu. Kasus ayah terlalu sulit untuk dimenangkan. Aku heran kok beliau bisa betindak seperti itu?”
            “Aku pun ngga begitu mengerti soal kasus ini yang aku tau pasien itu ngotot untuk dioperasi walau dari pihak rumah sakit udah menolak. Kalau udah gini ya, kita yang jadi sasaran untuk disalahkan. Kasihan ayah dan ibu, dek. Kayanya mereka agak deperesi. Aku bingung harus berbuat apa. Dari tadi pagi rumah sakit ini udah di serbu sama media massa. Aku sampai pusing sendiri” jelas dr.Cassia kepada Satria. Satria mencoba memahami kasus ini tapi keegoisan hatinya masih menutup akal sehatnya.
            “Ya, mungkin ini saatnya ayah menerima balasan dari Tuhan Ka”
            “Maksudmu? Benar yah kata Ibu kamu udah berubah. Mungkin aku ga pernah ngerasain jadi kamu tapi dia ayah kamu! Ayah aku juga. Dia sayang sama kamu, Dek!”
            “Aku juga sayang ka sama ayah tapi maaf sekali lagi aku ga bisa nerima kasus ini. Permisi ka, aku harus pergi” ucap satria meninggalkan dr.Cassia sendirian. Lagi-lagi pikiran dan hatinya berkecamuk. Antar perasaan dan akal sehat rasanya tidak pernah singkron bagi Satria.
***
Beberapa minggu kemudian..

HEADLINE NEWS !! Dr.Coleus Denta Swingle resmi menjadi terdakwa kasus malpraktek pasien malang! Vonis 10 tahun kurungan penjara menjerat dokter senior satu ini.

            Satria yang masih lengkap dengan pakaian tidurnya melihat sekilas Koran pagi ini yang diantarkan ke rumahnya. 10 tahun? Lama juga yah. Siapa sih pengacaranya. Bodoh banget!, gumamnya pelan. Hari minggu ini seperti biasanya, Satria akan menghabiskan weekendnya bersama Auranti. Ia segera bersiap-siap membersihkan tubuhnya dan berpakaian santai namun rapi. Diambilnya smart phone dari kantongnya, belum sempat ia men-dial  nomer telepon Auranti, Auranti sudah meneleponnya, kebetulan.
            “Halo….” Satria tidak melanjutkan ucpannya. Di ujung telepon sana Auranti membom bardir Satria dengan sebuah berita yang amat memilukan hati. Ayah Auranti meninggal dunia tadi subuh. Satria terdiam, kaget, sedih dan kacau. Ia kehilangan sosok ayah yang menggantikan ayahnya untuk selama-lamanya. Setelah menutup telepon dari Auranti ia segera bergegas pergi ke rumah duka.
            Di rumah duka, Satria langsung menemui Auranti. Auranti tampak sangat kacau, matanya sembab. Melihat kedatangan Satria, Auranti langsung menyeruak ke dalam pelukan Satria. Dengan air mata bercucuran Satria membelai rambut Auranti lembut. Tiba-tiba, Satria teringat akan janjinya kepada ayah Auranti.
            “Ran, maafin aku yah. Aku belum bisa ngebahagiain kamu. Aku juga belum bisa nepatin janji aku sama ayah aku. Aku belum bisa ngenalin ayahku ke ayah kamu. Aku nyesel, Ran”
            “Iya, Sat. Aku harap kamu bisa nepatin janji ayahku yah. Walau, dia ga bisa lihat dari sini tapi semoga saja di akhirat sana ia melihat usaha kamu. Jangan sampai kamu nyesel untuk yang kedua kali yah, Sat. Seengganya nanti kalau kita jadi menikah aku masih punya ayahmu”
Satria memeluk Auranti erat. Ia menyesal telah terlambat mengenalkan ayahnya ke ayah Auranti. Kini Satria sadar, selama ini ia telah egois pada ayahnya sendiri. Ia tidak memakai akal sehatnya untuk menyelesaikan masalah ini. Ia ingin menebus semua kesalahannya. Ayah, maafkan Satria!
            Usai dari pemakaman, Satria menelepon Ibunya, “Halo, Ibu? Bu, aku terima kasus ayah. Semoga belum terlambat. Namun, kemungkinan aku tidak bisa memenangkannya. Aku hanya bisa meringankan hukumannya saja. Aku mau menebus semua kesalahanku selama ini kepada ayah. Semoga ayah mau menerima aku kembali” Ibu Satria, dr.Rossa Villosa, amat girang mendengar kalimat yang dilontarkan anaknya di telepon tadi. Akhirnya, si bungsu yang amat ia cintai kembali.
***
HEADLINE NEWS!! Atas keputusan hakim dan jaksa agung dr.Coleus Denta Swingle mendapat hukuman 1 tahun hukuman penjara. Penanggungan masa tahanan ini tak lain dan tak bukan berkat usaha dari pengacaranya yang merupakan anaknya sendiri, Satria Oxalis Swingle, M. SH.

            “Satria, Ayah berhutang budi sama kamu. Maafkan ayah sudah betindak arogan dengan melarang kamu menuntut ilmu di bidang hukum. Ayah sangat bangga kepada kamu, nak!” ucap dr.Coleus kepada Satria. Meski harus bebicara dibalik jeruji besi nampak raut bahagia dari wajah sang ayah.
      “Maafin Satria juga ya, yah. Satria selama ini egois ngga mau mendengar nasihat Ayah. Satria merasa beruntung memiliki Ayah” ucap Satria dengan senyum mengembang di wajahnya. Akhirnya, ia bisa bebicara dari hati ke hati bersama ayahnya meskipun harus menunggu satu tahun lagi untuk menikmati kebahagian memiliki keluarga yang utuh.

Minggu, 13 Februari 2011

Haruskah Cinta Tak Harus Memiliki? - part#1


Hari ini hari pertama para siswa SMA Tritanita menjalani aktivitas mereka kembali setelah libur panjang kenaikan kelas, seperti siswa lainnya Marsya si gadis belia yang sangat cinta fotografi dan design ini yang tengah menikmati liburannya pun harus kembali bersekolah seperti biasa namun tampak raut wajahnya tidak menunjukan sedikit pun rasa semangat untuk kembali ke sekolah, ia berjalan gontai ke ruang makan untuk sarapan bersama keluarganya.
                “Sya, itu muka kenapa? Di tekuk gitu?” tanya Adnan, kaka semata wayang Marsya
                “Males gue sekolah Dnan! Cape ih”
                “Sudah-sudah, ga usah banyak ngeluh. Habiskan makanannya lalu kalian langsung siap-siap berangkat” ucap Ayah Marsya menceramahi Marsya yang sedari tadi hanya membolak-balikan makananya
                “Iya Yah iya” jawab Marsya yang di sambut tawa mengejek dari kakaknya. Setelah usai menyantap sarapannya Marsya dan Adnan pun berpamitan kepada kedua orang tua mereka dan bergegas memasuki mobil mereka. Sesampainya di sekolah Marsya langsung bergegas keluar dari mobil, dan melambaikan tangannya ke arah Adnan yang akan menerusakan perjalananya ke kampusnya yang tidak begitu jauh dari sekolah Marsya, dengan lunglai Marsya melangkahkan kakinya memasuki sekolahnya yang ramai dengan anak-anak berseragam putih-biru  bau biru ahaha. Marsya kini sibuk melihat daftar nama di depan kelas untuk mengetahui dimana ia sekarang ditempakan.
                XI IPA 7. jemari Marsya mulai mencari namanya di kertas yang tertempel di depan pintu kelas tersebut.  18.Marsya Alytya Sasmito. Got caa…, Marsya memasuki kelas barunya di dalam kelas Marsya mulai memperhatikan teman-teman sekelasnya, matanya tertuju pada seorang lelaki yang duduk di bangku kelas Marsya yang tidak asing lagi di matanya lelaki itu adalah Agra, anak baseball yang akhir-akhir ini mencuri perhatian Marsya. Lelaki berbadan atletis yang pandai bermain gitar ini menurut sepengetahuan Marsya dia anaknya irit bicara alias pendiam namun sikapnya yang baik terhadap orang disekitarnya mampu menarik perhatian Marsya.
***
Hampir di setiap detik  Marsya sering kali mencuri-curi pandang ke arah Agra yang duduk di arah jam 3nya dan tak jarang juga ia ke-gap oleh Agra. Shit! Malu rasanya kalau lagi asik-asiknya memanjakan mata tiba-tiba terusik oleh guru Fisika yang ternyata memperhatikan tingkah lakunya ini.
                “Marsya Alytya Sasmito! Apakah ada yang menarik di ujung sana? Tolong perhatikan saya di depan!” sial!, umapat Marsya pelan dan kini Cika teman sebangkunya malah ikut-ikutan meledeknya “Makanya Sya jangan ngeliatin Agra terus kena semprot bu Tata kan haha” mendengar kalimat temannya itu bola mata Marsya seakan ingin keluar dari pelupuk matanya yang hanya disambut cekikian oleh Cika.
                “teeeeeeeeeeeeeeeeet” Bel pulang sekolah pun berbunyi Marsya yang memang jarang langsung pulang ke rumah masih asik menghabiskan waktunya bermain di lingkungan sekolahnya. Hari semakin sore Marsya yang biasanya di jemput Adnan, kini keheranan karena sampai detik ini Adnan belum datang-datang juga ke sekolahnya, Marsya pun menelepon Adnan,
“Dnan lu dmna? Ko ga jemput gue?.........Ha? yaudah itu alamatnya dmna?” Tanya Marsya yang heran dengan jawaban Adnan dalam hatinya pun bertanya sejak kapan ini bocah ikut sanggar tari?? Kerasukan setan apa coba? -_-  Marsya akhirnya mendatangi tempat itu yang ternyata tidak begitu jauh dari sekolahnya. Sesampainya disana Marsya memasuki Lobby gedung itu dan menunggu Adnan ini lama banget ini bocah satu, gerutu Marsya dalam hatinya namun tiba-tiba Marsya dikejutkan dengan sesosok pemuda yang baru turun dari motornya itu kan Agra, loh ko ada di sini juga? Ah masa dia juga ikutan sanggar tari?  Agra memasuki sanggar itu.
                “Agra?” panggil Marsya
                “Heh Sya, ngapain di sini ? ko gue ga pernah liat lu sebelumya baru ikutan yah lu” Tanya Agra yang sedikit bingung dengan keberadaan Marsya. Marsya yang mendengar jawaban Agra tadi sedikit heran apa bener Agra emang ikutan sanggar tari yah?
                “itu gue nungguin kakak gue yang ntah kenapa gue bingung emang ini sanggar tari ada buat cowo yah?” ucap Marsya dan nada bingung
                “Oh, ada lah Sya, emang tari cuman buat cewe aja? Haha” ucap Agra santai
                “Oooooh ada yah haha. Terus lu juga ikutan Gra?” Tanya Marsya ragu-ragu
                “HAHAHA yah enggalah Sya, gue ke sini mau jemput ade gue, jangan bilang lu kira gue ikutan sanggar tari ini?” ujar Agra sambil tertawa geli
                “Yah maaf gue gatau hehe wah kakak yang baik yah lu Gra, unyuuu banget!” ucap Marsya sedikit bercanda, mereka pun mengobrol dengan asiknya. Cukup lama meraka berdua mengobrol datang seorang gadis kecil berpipi tembem menghampiri Agra dan di sambut dengan pelukan oleh Agra sekarang gadis kecil sudah berada di dalam gendogan Agra.
                “Heehee, Sya kenalin ini ade gue, Agni” ucap Agra sambil mengangkat tangan Adiknya ke arah Marsya
                “Halooooo, Agni. Aku Marsya” ucap Marsya lembut
                “Halo, ka Marsya” jawab Agni polos
                “Hem Sya, gue cabut duluan yah takut ke sorean, Bye!”
                “Bye Gra, Bye Agni.” Agra dan Agni pun sekarang sudah tidak berada di hadapan Marsya, kini dia sendirian menunggu kakaknya yang entah sampai sekarang belum datang-datang juga lantas ia mengambil handphonennya dan menelepon Adnan, belum sempat ia menekan tombol sesosok yang ia tunggu-tunggu pun datang bersama gadis cantik yang sepertinya guru tari di sanggar ini pantesan, gumam Marsya menarik kesimpulan bahwa Adnan memang ada maunya datang ke sanggar ini. “Eh Sya udah lama? Kenalin ini temen gue Vara. Ra, ini ade gue Marsya” ucap Adnan memperkenalkan gadis yang bersamanya ke Adiknya.
                “Haloooo” sapa Marsya dan di sambut jabatan tangan Vara. Meraka bertiga pun bergegas memasukin mobil Adnan. Di dalam perjalanan Marsya hanya bisa tersenyum mengingat kejadian tadi dan rasa kesal menunggu kakaknya tadi hilang begitu saja malah ia ingin mengucapkan terima kasih ke kakaknya karena berkat menunggu dia Marsya jadi bertemu Agra dan banyak mengobrol dengannya.
Sesampainya di rumah Adnan yang keheranan melihat adiknya yang sedari tadi senyam-senyum gajelas menanyakannya kepada Marsya, Marsya pun menceritakan semua yang terjadi padanya tadi. Adnan dan Marsya memang kaka beradik yang sangat kompak setiap mereka punya masalah atau sedang suka dengan sesorang pasti mereka membaginya bersama-sama, mereka bagaikan 2 paket yang saling mengisi satu sama lain. Adnan merespon dengan baik tentang ketertarikan adiknya terhadap Agra walau ada satu hal yang membuat Adnan sedikit kurang setuju tapi menurutnya kalau memang bisa dijalani sama-sama kenapa ngga.
***
Pagi ini seperti pagi-pagi biasanya Marsya yang di antar Adnan kesekolahnya melangkahkan kakinya memasuki kelasnya yang masih sepi. Ia pun duduk di kursi kedua dari belakang tempat biasanya ia duduk, tak lama kemudian pintu kelas Marsya terbuka tampak Agra datang dengan rambutnya yang sedikit basah seperti kehujanan yang membuatnya tampak lebih charming membuat Marsya terbelalak. Marsya pun tersenyum ke arah Agra dan dibalasnya dengan senyuman juga
                “Tumben udah dateng Sya?” ucap Agra sambil mengacak2 rambutnya sendiri
                “Iya nih, Adnannya buru-buru hem lu kehujanan?” Tanya Marsya yang keheranan melihat Agra kebasahan
                “Hem iya nih di luar gerimis jadi deh basah”
Mereka pun melanjutkan pembicaraan mereka, pembicaraan yang seru seperti mereka sudah berteman lama. Marsya yang memang menyimpan rasa terhadap Agra pun berharap ini awal yang baik untuk dia.
***
Minggu-minggu sulit pun harus dilalui oleh seluruh siswa-siswi kelas XII IPA 7 karena selama 2 minggu ini mereka di bombardier dengan ulangan dan juga tugas yang amat banyak dan memelehkan. Hari ini, suara bel pun seperti the sound from heaven. Marsya ingin sekali cepat pulang ke rumah namun apa daya ekskul fotografinya sudah menunggu di ruang sekre dengan gontai ia melangkahkan kakinya ke ruang sekre ekskulnya. Sekitar pukul 4 sore ekskulnya pun selesai, Marsya melangkahkan kakinya ke depan gerbang sekolah untuk langsung pulang hari ini Adnan tidak menjemputnya karena ia sedang ada acara kampus yang harus dihadirinya. Ketika sedang menunggu angkot, Marsya dikejutkan dengan sebuah motor yang tiba-tiba berhenti di depannya, dan pengemudi motor itu adalah Agra.
                “Hey Sya! baru pulang?” Tanya Agra sambil melepaskan helmnya
                “Hey Gra! Iya nih abis fotografi gue hehe”
                “Oh, mau gue anter ?” ajak Agra lembut membuat Marsya terkejut “Ah serius? Rumah gue jauh loh Gra, lagian udah sore juga” ucap Marsya yang sedikit menolak padahal dalam hatinya ia ingin sekali dianter pulang sama Agra
                “Serius Sya, daripada lu kemaleman ntar. Tenang aja  gue ga bakal minta ongkos ko. Yaudah naek Sya!” ucap Agra dan Marsya pun langsung naik ke motor Agra. Sepanjang perjalanan Marsya tak henti-hentinya tersenyum dan berharap Agra tidak melihatanya yang tengah tersenyum tak karuan seperti sekarang. Di tengah perjalanan hujan pun turun begitu lebatnya, Agra segera menepikan motornya dan mencari tempat untuk berteduh, di depan sebuah ruko yang sudah tutup bersama dengan para pengendara motor yang lain Agra dan Marsya bertenduh sejenak berharap hujan segera reda.
                “Hem, Gra sorry yah lu jadi basah gini” ucap Marsya merasa bersalah
                “Loh? Gpp Sya, lu nya juga basah kan? Lagian kenapa minta maaf kan gue yang mau nganterin lu. Harusnya gue yang minta maaf”
                “Hehe tetep aja gue ga enak hehe ih dingiiiiiiiiiiiiiin” tutur Marsya sambil mengosok2an tangannya mencoba menghangatkan dirinya tapi gagal karena udara dingin sudah menyusupi dirinya
“Dingin yah? Nih pake sweater gue aja belum terlalu basah nih” kata Agra memberikan sweaternya yang disambut oleh Marsya dan segera ia gunakan. “Thank you yah Gra” ucap Marsya yang dibalas anggukan dan senyuman oleh Agra. Sambil menunggu hujan reda Marsya dan Agra mengobrol mencoba menghilankan kejenuhan menunggu hujan walaupun buat Marsya tidak ada rasa jenuh sama sekali berjam-jam bersama Agra, sesekali Agra melihat ke arah langit seperti berharap hujan segera reda, sekitar pukul setengah 6 sore hujan sudah mereda dan mereka pun melanjutkan perjalanan pulang selama setengah jam perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah Marsya. Sesampainya di sana, Marsya segera menuruni motor Agra,
                “Thank you loh Gra. Maaf ngerepotin hehe” ucap Marsya
                “Ehehe iya gpp, udah gih sana masuk ke rumah nanti ujan lagi daripada lu sakit ntar” tutur Agra dan Marsya pun menurutinya. Agra segera berpamitan dan meninggalkan rumah Marsya. Marsya yang memasukin rumah dengan senyum-senyum membuat Adnan keheranan, apa yang terjadi dengan adiknya padahal ia kira Marsya pulang akan marah kepadanya karena ga bisa jemput Marsya.
                “Sya? Are you okay? Ga kesambet setan girang kan lu? Senyum2 gitu ih” Tanya Agra heran
                “Adnaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan! Gue mau ceritaaaaaa!” Marsya yang bergitu excited segera menceritakan apa yang terjadi kepada Adnan. Adnan pun dengan seksama mendengarkan cerita adiknya. “Wah Sya, kata gue dia suka sama lu juga. Tapi lu tetep berlaku sewajarnya ya Sya” Marsya pun berharap ini semua benar adanya. I wish too Dnan :)
***
Hari ini Marsya ingin ber-hunting foto dan bersantai sambil mencari novel baru di toko buku, sekitar pukul 7 pagi ia sudah siap dengan celana pendek dan kaos kesayangannya dan juga tak lupa kamera DSLRnya ia kalungkan di lehernya. Ia berjalan keluar perumahannya berusaha mencari spot yang bagus untuk di abadikan di lensa kameranya. Kini ia berada di gelanggang olahraga yang memang tidak begitu jauh dari perumahannya ia berjalan dan terus berjalan ia terhenti di dekat lapangan basket tempat Gaby teman sekelasnya berlatihan basket, dengan cekatan tangan Marsay mulai mengambil gerakan-gerakan Gaby bermain basket yang kini di abadikan di dalam kameranya ketika sedang asik Marsya mengambil ekspresi anak-anak basket yang lain, Gaby menghampirinya “Woy Sya! Ngapain lu?”
                “Hem biasa nih lagi hunting foto Gab!”
                “Widiiiiiih, dari tadi lu pasti motion gue yak? Beeeeuh liat dongski!” ucap Gaby sambil mengambil kamera di tangan Marsya dan mulai berkomentar tentang foto yang diambil oleh Marsya, sampai akhirnya Gaby melihat beberapa foto Agra yang diambil sengaja oleh Marsya tanpa sepengetahuan Agra,
                “Sya! Kenapa lu ga ke lapangan Baseball aja?” ucap Gaby datar
                “Loh ngapain?” Tanya Marsya heran
“Ya buat motoin Agra” ucap Gaby usil sambil melirik Marsya yang kelihatan sedikit kaget dengan ucapan Gaby, Marsya pun mulai memutar otak mencari-cari kemungkinan besar apa yang diketahui oleh Gaby karena menurut ingatannya ia ga pernah cerita soal Agra ke Gaby.
                “Udah lah sana Sya, ga usah bingung! Udah keliatan kali dari mata lu, lu suka sama Agra terus ini di kamera lu kenapa banyak foto candid Agra haha” ucap Gaby seakan ia tau apa yang sedang di pikirkan Marsya, Marsya yang sudah mati kutu tak bisa menanggapi pernyataan Gaby. “Ahelah gitu aja malu, udah ke sana aja daripada nyesel” sambung Gaby sambil mengedipkan matanya ke arah Marsya dan kembali ke lapangan untuk melanjutkan latihannya, Marsya yang kini ditinggal sendirian oleh Gaby mulai kebingungan akan menuruti perkataan Gaby atau tidak namun syaraf refleks yang ada di otot gerak Marsya seakan membawanya bergerak ke lapangan Baseball.
                Di dekat lapangan baseball.
                Marsya berhenti dan mulai memperhatikan sekeliling di lapangan baseball banyak sekali teman-teman sekolah Marsya yang sedang latihan juga. Marsya mulai memainkan lensa kamerannya dan satu demi satu gambar hasil jepretan Marsya kini bersarang di dalam memori kameranya dan sudah pasti model yang mendominasi fotonya adalah Agra, ketika Marsya sedang asik mengambil gambar seorang pitcher yang akan melemparkan bola, tiba-tiba muncul seseorang  dihadapan lensa kamerannya yang mengejutkan Marsya, “AllahuAkbar!” ucap Marsya kaget dan segera menjauhakan kameranya.
                “Eiiiiits, serem amat sama gue Sya. Ini Agra haha sorry ganggu” ternyata orang itu adalah Agra.
                “Haha lu Gra, gue kira ada setan apa gitu haha ngegetin aja deh”
                “Sorry, ngagetin abis lu serius banget tadi ngambil fotonya, mending fotoin gue haha” Marsya yang kegirangan dengan ucapan Agra tadi segera memainkan lensa kameranya dan mengambil beberapa gambar diri Agra, kali ini Marsya tak perlu diam-diam lagi untuk mengambil gambar Agra toh sekarang model candidnya ada dihadapannya.
                “Coba liat hasil foto lu Sya” pinta Agra, kini kamera Marsya berada ditangan Agra. Agra mulai mengomentarin semua foto yang tadi di ambil oleh Marsya sebenarnya bukan komentar tapi pujian untuk Marsya. Marsya sungguh senang mendengarkan semua itu, Marsya kembali tidak bisa berhenti tersenyum.
                “Keren fotonya. Eh Sya, balik mau kemana? Gue pengen nyari komik nih. Temenin yuk?”
                “Wah kebetulan banget gtue juga mau nyari novel nih,Gra”
                “Widih pas banget yah. Yaudah,  gue ganti baju dulu yah”
                Hari ini mungkin hari yang ga bisa dilupain gitu aja sama Marsya, ia ga pernah sesenang hari ini coba bayangin hari ini dia bisa ngambil gambar Agra tanpa diam-diam dan malah Agra yang minta, sekarang Agra minta Marsya nemenin dia nyari komik dan pastinya mereka berdua akan menghabiskan waktu bersama BERDUAAN! “Yuk Sya!” ajak Agra yang sudah kembali setelah mengganti bajunya dan kini mereka berdua meninggalkan Lapangan baseball menuju toko buku di sebuah Mall, sungguh hari indah bagi Marsya.
***
Kini Marsya sudah berada di kamarnya senyuman mengembang dibibirnya seakan senyum itu tidak mau pergi, perasaan bahagia menyelimuti dirinya. Setelah ia membersihkan dirinya, ia pun berbaring di atas kasur, tangannya meraih handphone yang berada di samping kasur tampak sinar merah berkedap-kedip di ujung atas handphonenya tanda ada sebuah sms yang masuk. Marsya membuka sms itu,

Adiagra Satya Laksana (work)
 Received @19:13
 Adiagra Satya laksana :
Sya, thankyou yah udah mau nemenin gue hehe lagi apa, sya? Ganggu ga?

Pesan singkat ini jelas saja membuat Marsya semakin senang tidak karuan. Kini jari-jari Marsya menari seirama dengan perasaan hatinya di atas keypad handphonenya membalas sms dari Agra, mereka pun bersmsan sampai larut malam
***
Jam di sebelah kasur Marsya menunjukan pukul 5 subuh. Marsya yang masih setengah tertidur mencoba untuk melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk bersiap-siap bersekolah. Langkahnya semangat sekali walau kantuk masih tampak di matanya akibat ber-sms-an dengan Agra tadi malam yang membuatnya begadang hingga pukul 12 malam. Marsya yang sudah siap dengan baju seragamnya kini sedang duduk manis di meja makan untuk sarapan, membuat heran mamanya karena jarang sekali Marsya bangun sepagi ini dan seceria ini. Palingan kalo bangun pagi dia hanya cemberut karena merasa waktu tidurnya terbuang sia-sia.
                “Sya tumben bangun pagi?” Tanya mama Marsya yang sedang sibuk menata meja
                “Hihi iya dong ma” jawab Marsya sambil tersenyum sumrigah, melihat ekspresi adiknya yang bergitu berbeda membuat Adnan terusik untuk meledeknya “Biasa ma lagi jatuh cinta gitu tuh kaya orang kesambet” dan langsung cubitan dari Marsya menghiasi pinggang Adnan “AWWWWWW” teriak Adnan membuat Mama hanya menggeleng2 melihat tingkah laku anaknya. Setelah menghabiskan sarapannya Marsya dan Adnan segera memasuki mobilnya dan berangkat ke sekolah.
***
Di dalam kelas seperti biasanya Marsya menaruh tasnya dan mengobrol dengan teman-temannya. Mata pelajaran pertama di kelas Marysa hari ini adalah pelajaran Seni, tak berapa lama bel berbunyi Guru Seni pun memasuki kelas Marsya. Pak Danto sudah lama mengajar Seni di sekolah Marsya tapi gaya mengajar beliau sungguh sangat menyenangkan seperti anak muda.
                “Hari ini Bapak mau kalian menyanyikan sebuah lagu yang  sedang menggambarkan perasaan kalian saat ini entah itu sedih senang atau jatuh cinta mungkin? Terserah, Bapak mau lihat ekspresi kalian menyanyikannya dan bagaimana penjiwaan kalian terhadap lagu itu” ucap pak Danto menjelaskan materi hari ini yang mengundang  riuh-redam seluruh isi kelas, Marsya berkata dalam hatinya ini guru tau apa yah gue lagi jatoh cinta! Gila! Dalam hitungan detik, kelas Marsya berubah seperti pasar berisik tak karuan, akhirnya Pak Danto memecahkan suasana.
                “Heyyy! Bapa nyuruh kalian nyanyi ke depan bukan malah ngobrol gini, ayo ada yang mau maju duluan?” semua anak-anak kelas hanya saling berpandangan melihat satu sama lain hampir 10 menit tak ada satupun yang maju ke depan. “Yaudah kalo ga ada yang mau maju Bapak yang nunjuk aja yah” ucap pak Danto yang di sambut tak menyenangkan oleh siswa seisi kelas
                “Eh pak atuhlah jangan lah pak!” bujuk Adrian ketua kelas Marsya
                “Loh? Abis ga ada yang mau maju, buang-buang waktu nih. Ayo sekali lagi siapa yang mau maju?” ucap Pak Danto. Tanpa disangka-sangka terdengar suara kursi di geser tampak Agra berdiri bersama gitarnya dan maju ke depan yang di sambut tepuk tangan teman-teman satu kelasnya, Masya yang kaget melihat Agra yang maju kini hanya terpaku dan pikirannya mulai bercabang mampus! Agra bakal nyanyi apa yah? Cika dan Evirsa yang juga teman Masya menyadari perubahan raut wajahnya itu hanya bersikut-sikutan dengan Marsya dan tersenyum meledek, “Deuh Marsya kiw” ledek Cika.
                Kini Agra sudah duduk di kursi yang sudah disiapkan pak Danto, semua mata sekarang tertuju padanya, “Lagu ini mungkin lagu yang lagi ngegambarin perasaan gue buat seseorang disana” ucap Agra yang di respon dengan teriak *deuh* dan tepuk tangan juga sorak sorai dari seluruh isi kelas, kini terdengar suara gitar yang dipeti dengan  indah dan suara Agra yang mulai menyeruak ke penjuru kelas
Bila saja kau tau yang ku rasakan pada dirimu
Sulit untuk ku katakan betapa aku suka dirimu
Uh, setiap kali ku menatapmu kau memberi arti untukku
Mungkinkah kau wanita untukku
Setiap kali ku bersamamu semua terasa indah bagiku
Dan ku tahu
Every lil’ thing you do, its feel so good
It doesn’t even have to be understood
You may think I’m crazy
When I look at you
I aint even can keep my cool
Oh no I aint even can keep my cool
Maliq & d’essentials – Lil’ thing
“Thankyou” ucap Agra mengakhiri lagunya dan di sambut riuh rendah suara tepuk tangan dan teriakan namanya dari seluruh penjuru kelas. Marsya yang terkagum dengan suara merdu Agra dan alunan gitar yang dipetik Agra hanya terpaku sambil bertepuk tangan kecil, melihat Agra kembali ke tempat duduknya dan tampak Agra melempar senyuman ke arahnya. Marsya yang setengah tersadar dengan tampang sedikit linglung membalas senyuman Agra.
***
Setelah pelajaran seni tadi sudah tiada ampun untuk Marsya, berjuta-juta sindiran pun harus dihadapi olehnya. Hari yang berat! Hampir dua setengah jam Marsya asik melihat Gaby dan teman-temanya bermain basket tapi hari semakin gelap. Masya memutuskan untuk pulang saja toh udah gaada keperluan lagi di sekolah. Marsya berjalan menuju gebrang sekolah namun tiba-tiba ia mendengar namanya dipanggil oleh seseorang,
                “Marsyaaaaa!!!!!” sahut Agra dari kejauhan “Mau pulang? Gue anter yah? Males pulang nih gue pengen jalan-jalan hehe”
                “Haha dasar anak nakal lo hem ayok aja gue mah haha tapi gratis kan Gra? Haha”
                “Iya, tenang aja sama gue mah Sya, eh cari makan dulu yuk? Gue laper nih”
                “Alah lu bilang aja ngajak gue makan. Ayok deh gue juga laper”
                “Haha tau aja lu Sya!” Marsya dan Agra pun segara berangkat ke resto pasta yang tidak jauh dari sekolahnya, suasana di resto itu sungguh sangat cozy tak jarang Marsya dan teman-temannya sering menghabiskan waktunya disini entah untuk ngemil aja ato makan berat, setelah memesan makanan Agra dan Marsya memulai membuka pembicaran cukup lama mereka berbicara dan tertawa, audio di resto tersebut memutar sebuah lagu yang tadi pagi dinyanyikan oleh Agra mengundang Marsya untung bertanya kepada Agra soal lagu itu,
                “Setiap kali ku menatapmu kau memberi arti untukku mungkinkah kau wanita untukku……. haha lil’ things Gra! Lagu lu tadi haha” ucap Marsya sambil menyenandungkan lagu itu
                “AHAHAHA iya lagu gue tadi”
                “Suara lu lumayan bagus ko, tapi ga sebagus suara Angga maliqnya haha”
                “Yaiyalah haha yang penting rambut gue ga keribo kaya dia”
                “Hahaha! Brokoli Gra! eh emng seseorang di sana siapa Gra? cieeeeeeee Agra”
                “Oh itu, seseorang di sini sebenernya”
                “He? Emang ada di sini? Siapa?”
                “Ada dong. Tuh di depan gue” ucap Agra sambil menujuk Marsya yang berada di depannya saat ini, perlakuan Agra membuat Marsya diam kaku tak bisa berkata apa-apa, ia tidak bisa merasakan kakinya semuanya terasa begitu bagaikan mimpi, “Ha?” satu ucapan kecil yang keluar dari mulut Marsya secara reflek “heeeem, ya itu lagu buat lu. Gue suka sama lu, gue sayang sama lu. Mungkin ga lu wanita buat gue, Sya? Would you be my girl?”sebuah pernyataan dan pertanyaan terlontar dari mulut Agra dan sebucket mawar merah sudah ada di tanggan Agra yang ia sodorkan ke arah Marsya. Marsya yang masih ga percaya ini terjadi padanya hari ini masih belum bisa berbicara apapun Ia berusaha mengumpulkan kembali nyawanya dan berusaha menjawab pertanyaan Agra tadi.
                “iya Gra, gue mau :)” ucapnya lembut sambil tersenyum mendengar jawaban dari Marsya tadi Agra tersenyum girang bukan kepayang, “thankyou Marsya” Hari ini menjadi hari yang paling bersejarah untuk Marsya karena lelaki yang ia sukai sejak dulu sudah menjadi miliknya ia sangat senang sekali tak akan pernah ia lupakan hari ini sampai kapan pun.
***
Sesampainya di rumah Marsya langsung mencari kaka semata wayangnya.
                “ADNAAAAAAAN” teriaknya segera memeluk badan kakanya itu yang sedang asik menonton tv
                “Apa sih ini?” protes Adnan yang berusaha melepaskan pelukan adiknya
                “GUE JADIAN nanananananaana”  ucap Marsya sambil memamerkan bucket bunga yang diberikan Agra “Demi whaaaats??? Selamet yah de. Gimana ceritanya? Ayok ceritakan!” Marsya langsung menceritakan semuannya kepada Adnan, semuanya. Namun masih ada yang menjanggal dihatinya.
                “Tapi Dnan……….” Ucapannya terhenti
                “Alaaah sya udah lah jalanin aja dulu lah. Apa salahnya sih?”
                “Oke deh Dnan, I love you mon frère :P”
                “Love you too, de. Udah ah gue mau nonton dulu sana hush hush mandi lu bau” Marsya langsung menaiki tangga dan masuk ke kamarnya dan segera membersihkan badannya ia masuk ke kamar mandi dan Do her own business setelah selesai ia merebahkan dirinya di atas kasur tak lama kemudian ada sebuah sms masuk di handphonenya dan benar saja itu adalah sms dari Agra, dengan penuh senyum di wajahnya kejadian tadi malam masih menggerayangi kepalanya semua tingkah laku Agra mulai dari mengajaknya pergi sampai memberikannya bunga masih jernih tersimpan di kepalanya dan kupu-kupu seperti berterbangan di perutnya, Marsya pun segera membalas sms dari Agra,

Adiagra Satya Laksana (work)
 Received @21:09
 Adiagra Satya laksana :
Hey, wanitaku haha thank’s for tonight Sya!
You’re my sweetest thing that God ever give to me
I love you :*
Me:                   
Your welcome my singer haha :)
Aaaaaaaah you’re the greatest I’ve had too
Love you more and more <3 <3’
***
Hari ini genap sudah 6 bulan hubungan Arga dan Marsya berjalan.
                Banyak aktivitas yang mereka lakukan bersama mulai dari bermain sampai belajar. Agra pun tak pernah absen untuk menjemput Marsya untuk pergi ke sekolah dan Marsya selalu siap sedia menemani Agra ketika Agra sedang tanding maupun latihan baseball, bahkan Marsya kadang-kadang menjadi guru foto untuk Agra dan sebaliknya Agra menjadi pelatih softball untuk Marsya. Mereka sangat menikmati hubungan ini. Di hari yang special ini Marsya ingin memberikan kejutan kepada Agra sudah dari jauh-jauh hari Marsya mempersiapkan semuanya mulai dari menyusun rencana sampai mempersiapkan kue dan keperluaan lainnya, namun sepertinya hari yang dinantikan oleh Marsya ini takkan berjalan mulus karena saat ia ingin menghubungi Agra, Agra hanya menjawab singkat dengan nada yang tidak akrab dan jawabannya pun sebuah jawaban yang membuat Marsya ingin terjun dari lantai 4 sekolahnya. Agra tidak bisa bertemu Marsya hari ini dengan alasan yang tidak disebutkan oleh Agra saat Marsya bertanya tak ada jawaban yang pasti dari Agra, berkali-kali Marsya mencoba menghubungi Agra namun hasilnya nihil handphone Agra tak bisa dihubungi olehnya. Kejadian ini sudah pasti membuat Marsya menangis tiada henti. Cika, Evirsa, Gabby dan Asyila yang sedari tadi sudah ada di rumah Marsya mencoba menghibur Marsya yang sedari tadi tiada hentinya menangis,
                “Sya, udah dong jangan nangis lagi dong” bujuk Gabby
                “Agra lagi sibuk kali jadi dia ga bisa jawab atau lowbat kali, sya” Asyila berusah menenangkan Marsya “Tapi ini kan Anniv gue sama dia ko dia gitu” ucap Marsya yang masih saja menangis “Sya udah atuh nangisnya yah?” Cika memberikan semangat dan mulai memutar otak mencari solusi agar Marsya ga nangis lagi. Akhrinya, mereka mengajak Marsya hang-out ke salah satu Mall di pusat kota.
                Sesampainya di Mall.
                Marsya dan teman-temanya pun mulai melakukan window shopping dan juga pastinya shopping di Zara juga Mango, maklum cewe kalau udah ke Mall pasti ga tahan buat belanja. Setelah cuku lama bershopping ria  perut mereka pun mulai bernyanyi. Mendapatkan instruksi dari perut, mereka langsung cuuusss ke sebuah resto pancake yang masih berada di dalam Mall tersebut. Belum sampai mereka di resto pancake tepat di depan toko olahraga, Reza, pacarnya Gabby memanggil Gabby
                “Gabby!!”
                “Hey Za, kamu udah beres latihan basketnya? Ko ga bilang ke aku?”
                “Sorry handphone aku mati yang, heeem lagi pada jalan nih yah? Asiiik”
                “iya nih nemenin si tuan putri Marsya yang lagi bersedih, pangerannya entah kemana Za, padahal lagi Anniv doi. Dasar anak muda” ucap Cika sambil nunjuk Marsya, yang dibalas manyun oleh Marsya
                “Loh? Tadi gue ketemu Agra, malah sempet ngobrol” ucap Reza yang sontak membuat Marsya dan teman-temannya kaget bukan main
                “DEMI APA????? Dimana sekarang dia? Sumpah sumpah!!” sahut Marsya yang tak kuasa menahan tangisnya, kakinya lemas.
                “Tadi sih dia kayanya mau cabut, barangkali sekarang dia udah di parkiran” jelas Reza, tanpa instruksi dari siapa pun Marsya segera berlari menuju parkiran, teman-temannya pun mau tak mau bergegas mengikuti Marsya. Di areal parkiran utama Marsya berusaha melihat sekeliling mencoba mencari mobil Agra dan tepat di arah jam 2 dari Marsya, sebuah mobil Honda Jazz biru metalic milik Agra di naiki oleh sang pemilik mobil dan beberapa penumpang lain dan salah satunya adalah perempuan. Marsya yang kalap kini berlari semakin cepat mencoba menghampiri mobil Agra namun sayang mobil itu sudah bergerak menjauhi areal parkir, Marsya masih saja berlari berusaha mengejar namun tangganya ditarik oleh Gaby.
                “Heh sya! lu mau jadi pemain sinetron murahan bukan? Lu nyoba ngejar mobil Agra sambil nangis kaya gini. Malu-maluin tau ga?”
                “Maksud lu apan sih? Gue cuman mau ketemu Agra! Knpa lu jadi ngatain gue?”
                “Ga gini juga caranya! Kebanyakan nonton reality show sih lu! udah sekarang lu tenangin diri lu dulu, sekarang percuma lu ngejar juga gabakal kekejar!”
                Mereka memasuki mobil meninggalkan pelataran parkir dan berjalan menuju tempat makan karena tadi mereka belum sempat mengisi perut. Marsya kini sudah sedikit tenang di dalam pelukan Cika walau masih menangis tapi Marsya sudah bisa tersenyum sedikit mendengarkan lelucon dari teman-temanya. Kini mobil mereka merapat ke tempat makan favorite mereka, sebuah resto pasta tempat dimana Agra menyatakan perasaanya kepada Marsya, melihat tempat ini Marsya sempat perotes dan ga mau keluar dari mobil namun lagi-lagi dengan bujukan teman-temannya akhirnya Marsya mau keluar dari mobil dan setuju untuk bersantap siang di resto ini. Baru saja Marsya turun dari mobil ia melihat mobil Agra terparkir tak jauh dari mobil yg dinaikinya dan tampak seorang perempuan seperti sedang mencari sesuatu di mobil itu namun sama sekali dia tidak melihat Agra, Marsya yang emosinya kembali naik menghampiri perempuan itu.
                “Agra mana?!” Tanya Marsya dengan nada membentak kepada perempuan itu
                “Lu siapa? Main bentak-bentak gue!” jawab perempuan itu tak kalah ketus
                “Gue? Cewenya Agra! Mana Agra?!”
                “Oh lu cewenya, gausah sinetron gini deh lo. Tuh Agra ada di dalam” jawab perempuan itu, Marsya segera memasuki resto tersebut dan teman-temannya yang tidak bisa berbuat apa-apa kini hanya mengikuti Marsya dari belakang, baru saja Marsya memasuki resto tersebut terdengeran petikan irama gitar, dari seseorang yang kini tepat berada di depan Marsya.
inginku lihat dari matamu bilakah kau pun merindukanku
terasa indah di hatiku saat dirimu hadir untukku
inginku dengar dari hatimu sudikah kau tuk temani aku
begitu indah ku rasakan
bila hadirmu memang untuk ku, dan kini
tak kan ada yg mengisi hatiku
dirimulah satukan mengisi hati
percayalah ku katakn pada dirimu sayangku hanyalah untukmu
selamanya selamalamanya
hari ini esok dan nanati
kau teteap terindah dihatiku
bila kau ijinkan ku selalu bersamamu
Maliq & D’essentials – Hadirmu
“Happy 6 months anniversary, Marsya” ucapnya manis.

***
Dua hari pun berlalu setelah perayaan 6 bulan hubungan Marsya dan Agra namun tak ada berita dari Agra, dia seakan menjauh dari Marsya. Entah ada angin apa yang membuat Agra setega ini. Marsya yang kebingungan pun hanya bisa menangis mengkhawatirkan Agra, Marsya berusaha menghubungi teman-teman Agra namun tak ada satu pun dari mereka yang tau dimana Agra berada sekarang. Marsya pun sudah berusaha menelepon rumah Agra namun hasilnya tetap nihil. Tak terbendung lagi air mata Marsya kini mungkin hanya sosok Agra yang bisa menghentikan tangisnya. Tepat pukul 11 malam handphone Marsya berdering tanda sebuah telepon masuk, ternyata itu telepon dari Agra. Marsya yang sedikit kaget langsung mengangkat telepon itu.
                “Gra? kamu kemana aja? Ko dari tadi hp kamu mati?”
                “Maaf sya, ada yang mau aku omongin”
                “Apa?” Marsya kaget mendengar respon Gara tak seperti biasanya Agra bersikap seperti ini
                “Sya, kayanya hubungan kita sampe di sini aja yah. Aku ga bisa ngelanjutin. Sorry yah Sya”
*tuuuuuuuuuuuut*
                Belum sempat Marsya menjawabnya telepon itu sudah ditutup secara sepihak oleh Agra. Air mata yang sempat berhenti itu kini kembali tumpah ruah tak terkendali tak tau apa yang harus dilakukannya sekarang mungkin hanya melewati malam ini dengan tangisan.

***
Lelaki itu hanya terus meratapi handphonenya sedikit demi sedikit air bening keluar dari pelupuk matanya. Heran memang melihat seorang lelaki berbadan atletis menangis seperti itu. Seorang temannya pun menghampiri lelaki itu.
                “Gra? lu baik-baik aja kan?”
                “Gue sih baik-baik aja Gab, tapi gue ga tega ngedenger suara Marsya. Gue yakin dia nangis gue yakin. Gue emang cowo paling tolol kenapa gue biarin Marsya sayang sama orang yang salah kaya gue?”
                “Gra, kan udah kita bilangin kalo lu masih sayang lu ga perlu mutusin dia kan?” ucap Alfa, teman Agra yang juga pacarnya Cika berusaha melunakan Agra yang terlihat menyalahakan dirinya.
                “Fa! Sampai kapan pun gue ga akan berhenti sayang sama dia, yang gue ga mau dia jatuh terlalu jauh sama gue. Gue gamau ngeliat dia semakin sakit. Hubungan kita tuh salah!” ucap Agra memberikan argumennya tak ada salah satu dari temannya yang berani menanggapi argument Agra, “Yaudahlah ini keputusan gue, biar waktu yang mentralisirkan situasi ini. Gue tau Tuhan tau jalan yang terbaik buat gue dan dia. Thankyou yah udah bantuin gue, doain besok gue bisa biasa ke Marsya dan please kalian buat Marsya ga nangis lagi, gue gamau liat dia sedih” pinta Agra
                “Anytime Gra, pasti kita buat Marsya tetep senyum kaya biasanya”  ucap Alfa meyakinkan Agra. Agra hanya membalas dengan senyum simpul dari bibirnya, tanpa instruksi dari siapa pun Alfa pergi meninggalkan Agra. Malam ini mungkin menjadi malam terburuk dalam sejarah hidupnya.

***
Pagi ini menjadi pagi teraneh di SMA Trinita terutama di kelas XII IPA 7, sepasang anak muda yang biasanya saling melepas canda dan tawa ini kini tampak begitu dingin satu sama lain, jangankan percakapan sapaan pun tak terlontar dari mulut keduanya kini jarak yang dulu amat dekat seakan terpisah oleh jurang yang amat dalam dan lebar. Marsya hanya dapat menatap wajah manis lelaki yang dulu pernah menjadi miliknya dengan tatapan senduh, sekuat tenaga ia menahan agar air bening di pelupuk matanya tidak terjun bebas begitu saja saat ini mana mau ia terlihat kalah di depan lelaki yang sudah menghancurkan istana hatinya dengan seenaknya lewat telepon pula, lelaki macam apa dia? Pikirnya kesal mengingat kejadian tadi malam. Seorang gadis mungil cantik mendekati Marsya dan duduk disampingnya menantapnya dengan tatapan penuh hati-hati,
                “Hey dear”
                “Hey cik” balas Marsya sekenanya kepada Cika yang kini hanya duduk terdiam disampingnya sambil mengulum senyum. Cika tak bisa berbuat apa-apa ia hanya berharap temannya ini bisa kembali menjadi Marsya yang ia kenal dulu, Marsya yang penuh canda dan tawa. Bahkan saat ini Cika kangen dijahili oleh Marsya.
                “Sya, I’ll be always in your side if you need my arms to hold you or someone to share everything ya” ucap Cika tulus kepada Marsya. Marsya yang terlihat begitu kacau kini menyeruak kepelukan Cika, ia tak kuasa menahan tekanan yang begitu kuat dihatinya mendorong semua air bening yang sedari tadi ia tahan untuk terjun bebas membasahi apapun yang ada dihadapannya. Situasi ini sontak membuat seluruh teman-teman sekelas Marsya menghampiri mereka berdua membuat lelaki yang sedari tadi hanya bisa ‘menonton’ kejadian itu mati langkah, ingin rasanya ia menghampiri gadis itu dan memeluknya menghapus air mata yang begitu deras membasahi pipi chubby gadis yang selalu menghiasi hatinya. Namun, semua ini tak semudah yang ada dibenaknya, ia harus menahan egonya dan puas hanya menjadi penonton dalam situasi seperti ini.

*to be continued

Sabtu, 13 November 2010

Us :)

Gue tau kita mungkin dipandang sebelah mata atau bahkan ga pernah dipandang. mungkin semua apa usaha kita apa yang kita lakuin bukan sesuatu yang penting buat mereka, mungkin kita hanya bagian kecil yang ga ada apa-apanya dibanding mereka yang lain yang punya potensi beda dengan kita tapi peluangnya sama. kita berjuang di tempat yang sama kita berjuang untuk sekolah kita :) tapi mungkin kita bukan kebanggaan mereka mungkin kita ga ada bagus2nya dibanding mereka yang menang olimpiade matematika atau fisika, tapi kita sebenernya sangat membanggakan :D kita mau terus berjuang diketerpurukan kita disaat kita dipandang sebelah mata atau malah ngga dipandang kita tetep berusaha mempertahanin ini. maaf yah waktu itu gue sering banget marah-marah gajelas sama kalian gue suka marah sama kalian yang jarang latihan kalian yang males2an hem gue pengen banget kita maju, seengganya sekolah bisa menghargai kita walau dikit maaf juga gue tiba2 suka nangis ga jelas gara2 basket, maaf yah? gue sayang sama kalian gue sayang banget sama hobi gue yang satu ini dan gue sayang kalian semua :) mungkin kita ga seberperstasi kaya cosmo dan mungkin kita ga seakrab anak2 trois dan ga serame mereka yang punya banyak anggota, tapi gue seneng punya kalian gue pengen bgt ngerasain atmosfer pas gue smp. gue pengen kita jadi satu keluarg selain keluarga smanti :') gue sayang sama lu semua anak basket smanti tak terkecuali, pokonya semuanya Pandu, Mamet, Janu, Adi, Sidki, Gege, Yugo, Tomo, Iqbal (Gedy junior. haha) Ambon gue suka semangat lu semua pas mau turnamen. semoga terus kaya gini yah hehe dan 2 orang yang paling yoi. Minyi & Umay :) walau cuman bertiga kita harus tetap semangat dan berusaha merekrut orang lain haha semoga kita bisa dapet 3 lagi supaya seengganya kita punya tim yah. kong asep yang paling yoi juga yang udah mau ngelatih uye banget lah!
kita itu semua keluarga :) kita harus buktiin kita ga pantes buat dipandang sebelah mata, kita bisa jaga semuanya dan kita bisa bertanding tanpa ribut-ributan! karena sebenernya yang ribut bukan kita.
"without violence we can beat the game" - Love you All Smanti's Team :)